Bandar Lampung,– INFONUSANTARA.co.id– Demi memperjuangkan agar harga ubi kayu tidak merugikan petani, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi memimpin rapat koordinasi yang juga dihadiri kalangan pengusaha, yang dilaksanakan di Mahan Agung, Bandarlampung, Rabu (24/3/2021).
Hasil rakor tersebut menyepakati harga pembelian ubi kayu dari petani di Provinsi Lampung minimal sebesar Rp 900,-/Kg dan rafaksi maksimal 15%.
Rapat tersebut dihadir Asisten Perekonomian dan Pembangunan Edi Yanto, Kadis Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kusnardi, Ketua KTNA Lampung Hanan A. Razak, dan sejumlah pengusaha seperti dari PT. Budi Starch & Sweetener Tbk. Group, PT. Darma Agrindo, PT. Florindo Makmur, dan CV. Gajah Mada Internusa.
Terkait kesepakatan itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengucapkan terimakasih kepada para pengusaha yang telah menyepakati harga pembelian ubi kayu dari Petani.
“Tidak ada lagi yang dibawah harga itu. Kenapa Rp900/kg minimal? Besok lusa ada perubahan tentang ekonomi internasional yang membuat kebangkitan harganya lebih baik, maka minimal itu berubah menjadi yang yang sesuai,” jelas Gubernur Arinal.
Selain penetapan harga, juga terdapat kesepakatan lainnya seperti melakukan pembinaan kepada petani terkait produksi dan kualitas, termasuk permodalan.
“Alhamdulillah kita banyak sekali kesepakatan, kita ingin ke depan bersama-sama dengan tugasnya masing-masing seperti Pemerintah melakukan penyuluhan secara intensif, bagaimana meningkatkan produksinya, bagaimana meningkatkan kualitasnya, dan kalau membutuhkan permodalan kita juga akan bantu dalam bentuk KUR,” jelas Gubernur Arinal.
Kemudian, terdapat kesepakatan agar para pengusaha menggunakan alat timbang kadar pati digital agar adanya keterbukaan dalam penentuan kadar pati.
“Karena masih terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, antara lain ketika umur singkong masih 5-6 bulan sudah dilakukan pencabutan dan dijual, ini bermasalah karena kadar aci nya masih rendah dan kadar air nya tinggi, sehingga ini tidak menguntungkan bagi petani dan pengusaha,” jelasnya.
Untuk itu, ada kesepakatan untuk menggunakan alat yang sama dengan menggunakan alat kir/timbangan digital untuk mengetahui kadar aci.
“Sehingga tidak ada alasan lagi petani menyalahkan pengusaha, sebaliknya pengusaha sudah sangat terbuka,” tambah Gubernur.
Selain itu, juga disepakati agar dibentuk Forum Komunikasi Pengusaha Tapioka Provinsi Lampung. Kemudian, Pemprov Lampung bersama instansi terkait dan Pemerintah Kab/Kota akan melakukan pengawasan di wilayah pengusaha pabrik Tapioka. (Bdr).